Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Jawa Tengah

Minggu, 18 Januari 2009

Teguh Trianto



Lahir di sebuah desa terpencil di kaki Gunung Slamet, Desa Pagerandong, Kec. Mrebet Kab. Purbalingga, Jawa Tengah, tanggal 28 Desember 1978.
Pernah bekerja sebagai wartawan. Kini menjadi guru Bahasa dan Sastra Indonesia pada SMK Widya Manggala Purbalingga.
Tulisannya berupa puisi, artikel dan esai telah diterbitkan di Harian Bernas Jogja, Tabloid Minggu Pagi, SKH Kedaulatan Rakyat, Solo Pos, Koran Sore Wawasan, Suara Pembaruan, Radar Banyumas, Seputar Indonesia (Sindo), Suara Karya, Suara Merdeka, Batam Pos, Jurnal Sastra Pesantren Fadilah Yogyakarta, Jurnal Penelitian Agama (JPA) STAIN Purwokerto, Buletin Sastra Literra Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Majalah Rindang, Annida, dll.
Buku antologi yang telah terbit; puisi ‘Jiwa-jiwa Mawar’ (Bukulaela, 2003), ‘Untuk Sebuah Kasihsayang’ (Bukulaela, 2004), antologi ‘Puisi Penyair Jawa Tengah’ Pendhapa-1 (TBJT 2005). Kumpulan Cerpen (Kumcer) ‘Robingah Cintailah Aku’ STAIN Purwokerto Perss (Grafindo 2007), antologi ‘Temu Penyair Antar Kota’ Pendhapa-5 (TBJT 2008).
Alamat surat : Teguh Trianton, Desa Pageradong Rt 02/I Kec. Mrebet Kab. Purbalingga, Jawa Tengah 53352. Telp. 08156987444.
e-mail: teguh3anton@yahoo.com, anton_aktualita@yahoo.com.


Pledoi 2
Puncak kebahagiaan adalah airmata



akadku padamu
di dadamu kutulis puisi
lengkap dengan sajadah
dan airmata

seperti pemburu yang mengeja anak panah
di dadamu kutemukan yang melebihi jantung
dari puncak airmata

Purbalingga, Februari 2008


Pledoi 3
Seperti Malam

kangen

seperti malam
batinku telah larut
oleh mimpi
tentangmu
berkalikali

Purbalingga, Februari 2008


Pledoi 4
Kebencian


seperti hujan
cinta selalu saja
tumbuh dari kebencian

tubuh yang menggigil
batin yang basah

seperti hujan
cinta adalah kebencian
yang membatu
di dada

sehingga
aku benci
membencimu

Purbalingga, Februari 2008


Pledoi 5
Mengais Cahaya


saat segala cahaya lindap
justru di situ aku melihat
bayangan diri ini mengendapendap
mengais cahaya direnruntuhan
tubuhku

Purbalingga, Maret 2008


Pledoi 6
Meditasi Tepi Laut

di kelam hari
di tepi laut
aku tak menemukan apapun
selain ombak pecah
yang gaduh
membuatku merasa
paling sunyi

Purbalingga, Maret 2008


Pledoi 7
Di Kelam Hari


entah siapa yang memulai
sehingga tercipta percakapan
yang kian batin

dan kau bertanya
kenapa kupilih laut serupa kiblat
dan pantai sajadah yang menghampar
dan pasir butir tasbih

wiridku debur ombak
yang selalu pecah di keheningan
yang terus berulang
mendaratkan ciuman sepi

Purbalingga, Maret 2008


Pledoi 8
Nusakambangan

melompati laut
mengejar matahari senja
pada matamu kakiku tersangkut prasangka
dan waktu menjatuhkan ingatanku

tak ada yang lebih ibu
tak ada yang lebih anak
tak ada yang lebih ayah

tak ada yang lebih sayang
tak ada yang lebih rindu
tak ada yang kian dendam
tak ada yang lebih rendezvous

setelah tali buritan terikat daratan

yang paling ombak
yang kian pantai
yang paling romantis
adalah nusakambangan

Cilacap, Maret 2008


Batam Pos - Minggu, 04 Januari 2009

Tidak ada komentar: